“Creativity is GREAT!!” : Cerita di British Museum
Posted by
Andi
on
Thursday, March 26, 2015
with
9
comments
![]() |
Russel Square|sumber gambar : pleinrein |
Pada pagi ini, Aku berjalan menyisiri Russel Square yang basah dengan jaket dan syal yang melingkari leherku. Memang sebagai orang yang hidup bertahun-tahun di negara tropis, suhu London yang pada saat itu hanya 14 derajat celsius cukup untuk membuat tulangku terasa ngilu dengan iringan suara gigi yang gemeratak. Pagi itu waktu masih menunjukkan 06.35 AM, jalan setapak Russel Square yang diatapi oleh pohon-pohon rindang sesekali menjatuhkan tetesan-tetesan air hujan semalam, bau rumput yang basah masih terasa begitu segar. Belum banyak keramaian pada pagi itu, hanya ada seorang ibu tua yang sedang merajut dengan kucingnya duduk di kursi kayu yang tersedia ditaman itu. Hanya menjelang beberapa menit kota tersebut akan kembali dipenuhi oleh keramaian. Pagi itu merupakan saat tepat bagi penghuni London yang ingin merasakan sabda alam di tengah megapolitan Alpha++ yang hanya ada dua di dunia ini.
Sejenak setelah melewati Russel Square kutemui tiang setinggi 3 meter dengan jam bundar diatasnya sudah menunjukkan pukul 07.00. Seketika pandanganku tertuju kejalan yang sepi, tiba-tiba satu, oh bukan tapi dua, dan berkali-kali lipat jumlah mobil mulai memenuhi jalanan London, Bus bertingkat dua dengan cat merah mulai menunjukkan jati dirinya perlahan-lahan di jalanan kota London. Seketika itu ruh dari Russel Square yang damai telah pergi. Pedestrian di sekitar Russel Square mulai dipenuhi oleh orang-orang yang sibuk dengan telepon genggam dan setelan jas kerja. Tidak ada diantara mereka yang memiliki pandangan yang hidup, kecuali sekelompok keramaian anak-anak dari sekolah dasar yang berlarian menyeruak diantara jas-jas berwarna hitam tersebut.
Kuperhatikan satu persatu.. wajah mereka menyiratkan tentang kebebasan, mereka tersenyum dengan lebar sambil memiringkan kepala mereka, bahkan diantara mereka tanpa malu untuk tersenyum dengan gigi yang tanggal. Mereka berlari tepat menuju kearahku yang menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki menuju British Museum. Tidak lama berselang, lampu merah berganti menjadi lampu hijau yang mengisyarakatkan pejalan kaki untuk segera menyebrang. Aku yang berada diurutan terdepan seketika tertinggal oleh sekitar 50 orang anak yang berlari menuju seorang pembimbing mereka di depan tangga British Museum. Berbeda denganku sebagaimana orang dewasa lainnya, kami tidak memiliki euforia untuk berlarian dijalan. Kami hanya memanfaatkan waktu tersebut dengan berjalan seperti biasa. Ketika Aku menaiki tangga dan melepaskan jaketku, Aku masih memperhatikan mereka yang menurutku sangat jarang kutemui di negara asalku yaitu program sekolah yang membawa anak didiknya ke museum. Pemikiranku sangat wajar karena museum memang tempat yang membosankan. Bahkan sampai saat ini satu-satunya yang mendorongku datang ke British Museum adalah tugas yang diberikan oleh dosenku, tidak lebih.
Meskipun museum disini jauh lebih megah daripada museum manapun yang penah kukunjungi di Indonesia, tidak ada rasa takjub yang begitu besar ketika melewati pintu yang menjadi pembatas antara masa sekarang dan masa lalu didalamnya. Yah masa lalu, karena begitulah pikirku museum adalah kumpulan masa lalu yang hanya didatangi oleh orang-orang yang membutuhkan nostalgia, bukan olehku yang yang menatap ke arah depan.
Tidak berselang lama aku memasuki museum, suara-suara anak-anak sekolah yang tadi kulihat dijalan kembali membayangiku dari belakang. Rasa jenuhku setelah melewati generasi yang depresi berubah menjadi rasa penasaran dikarenakan perjalananku didalam museum selalu dibayangi oleh anak-anak sekolah tersebut. Mereka memancingku untuk mengikuti perjalanan mereka di museum. Sejenak aku menemukan kebahagian berada diantara generasi mereka yang membuatku sadar bahwa museum bukanlah tempat mencari memori masa lalu, tetapi belajar untuk menuju masa depan dengan lebih baik. Aku melihat bagaimana anak-anak sekolah disini belajar untuk meletakkan langkah kakinya dengan belajar dari pijakan pada masa lalu, bukan pergi ke masa lalu. Mereka mempelajari sesuatu tentang peradaban dunia, ataupun tentang sains tanpa perasaan terbebani. Bukan sepertiku yang hampir 20 tahun berhadapan dengan kajian-kajian literatur yang bentuknya saja tidak pernah bisa kubayangkan. Aku hanya berhadapan dengan buku selama itu. Anak-anak di London, mata mereka dibuka, mereka diajarkan untuk merasakan perkembangan peradaban dari zaman batu, hingga zaman modern, peradaban berdasarkan kawasan yang tersebar dari ujung timur hingga barat. Mereka tidak sekedar melihat benda mati, tetapi mereka memvisualisasi peradaban tersebut melalui teater yang juga disediakan dalam museum tersebut. Stigma tentang museum pada hari ini berubah seketika ketika menyaksikan bagaimana museum tidak hanya berperan menstimulasi perkembangan kognitif, tetapi juga membangun kemampuan afektif, dan psikomotorik mereka.
Akupun beralih dari kerumunan anak-anak tersebut, dan mencoba untuk menemukan kebutuhanku sendiri. British Museum yang kutemukan adalah museum yang interaktif dan beradaptasi terhadap kebutuhan setiap usia, dan tingkat pendidikan setiap orang. Dalam benakku mengapa ini tidak terjadi di negaraku, mengapa museum justru menjadi salah satu tempat yang paling kosong dibandingkan dengan tepat wisata lainnya. Aku menyadari bahwa matinya museum di negaraku adalah karena matinya kreatifitas pengelola, yah “Creativity is GREAT!!” aku berkata dalam benakku. Karena kreatifitas, British Museum bisa membangun kesan yang baik pada komunitas di Inggris, dan aku yakin bahwa Museum bisa menjadi tool untuk membangun generasi baru yang bahagia, bukan generasi yang depresi di perkotaan, seperti yang terjadi luar sana.
Kubuka sedikit kemeja panjangku, waktu sudah menunjukkan pukul 10.00, sudah saatnya aku pergi dari museum, kebutuhanku sudah terpenuhi. Meninggalkan anak-anak yang menjadi inspirasiku dibelakang. Kutinggalkan ruangan yang telah memberiku harapan besar. Setelah kulewati pintu keluar, ternyata London kembali hujan, tapi aku tidak peduli. Aku tetap meneruskan perjalananku dan melewati pedestrian British Museum untuk menyebrang jalan.
Tiba-tiba aku mendengar suara klakson mobil yang mendekati dan siap menabrakkannya ke tubuhku.
Dengan perasaan yang kaget, aku menyadari sudah berada ditempat yang berbeda. Dengan menyipitkan mataku karena cahaya laptop yang silau, aku menundukkan kepala dan melihat sisi bawah laptop “23.50”. Sepuluh menit sebelum berganti dengan hari yang baru. Sambil merapikan referensi skripsi, kuperhatikan lembaran-lembaran buku yang kusut menunjukkan keindahan sudut-sudut London dalam warna hitam dan putih didalamnya. Sejenak setelah itu tangan dan kakiku merenggang melepaskan saraf-saraf yang kaku setelah tertidur di kursi dalam posisi yang sama berjam-jam. Kuambil pena tinta yang terselip diantara buku itu dan kutuliskan “Creativity is GREAT!!” dihalaman 85 tempat aku bersandar ketika tertidur
Akhirnya malam ini kuputuskan akan kuakhiri dengan secangkir susu yang terlupakan meskipun sudah kusediakan sejak awal duduk dimeja prosesi persembahan, persembahan memperoleh ijazah. Berharap suatu hari ketika aku bangun lagi cangkir itu akan kunikmati bersama dengan teh di pinggir café dekat Sungai Thames.
Peter Dinklage|Tyrion Lannister
Meskipun Peter Dinklage atau Tyrion Lannister berada dalam pihak yang jahat, Ia berhasil menunjukkan bahwa kemampuan seseorang tidak terbatas dari kekurangan fisiknya. Ia merupakan contoh brainware (otak) yang mampu membawa misinya dalam kondisi apapun. Peter Dinklage merupakan tipe orang yang dibutuhkan dalam suatu rezim.
Categories:
Lomba
Haha ternyata mimpi toh :D
ReplyDeleteSetuju nih sama creativity is great nya... Creativity does take you anywhere ;)
Pada waktu saya membaca paragraf pertama saya kira cuma kisah fiktif. Penyampaiannya bagus.
ReplyDeleteKisah fiktif yang memuat edukasi..
ReplyDeleteSemoga dapat menginsipirasi untuk terus mengeksplorasi kreativitas
Wow, penuturnya khas sekali... ini kisah siapa sebenarnya? mantapppp... inspiratif
ReplyDeleteBagus banget... ceritanya tidak terduga. Saya kira ini benar-benar cerita suatu perjalanan :D
ReplyDeletekalimat2nya bisa menciptakan imajinasi bagi pembaca, bagus le. Awakmu iso dadi penulis novel... :D btw iki kisah asli?
ReplyDeleteBagus mas... Sama kayak yang diatas ceritanya tidak terduga :)
ReplyDeleteTulisan yang bagus, penggambaran latar, setting dan plotnya jelas. Bahasa yang digunakan juga ringan sehingga nikmat dan renyah untuk dibaca...
ReplyDeleteMemang sebuah kondisi yang menyedihkan melihat minat Masyarakat Indonesia yang kurang terhadap museum.. Di dalam tulisan di atas dinyatakan secara gamblang bahwa salah satu penyebab utama dari kurangnya minat tersebut adalah matinya kreativitas para pengelola museum.. Hal tersebut sebenarnya dapat dihindari dengan peningkatan kesejahteraan para pengelola museum sehingga semangat kerja mereka dapat meningkat.. Selain itu, packaging konten, promosi, tata ruang dan benda bersejarah yang terus diupdate juga harus diperhatikan..
great writing that I ever read! good luck bro ^^
ReplyDelete